Kominfo Terapkan Refarming Dan Bauran Pembiayaan

6 views
Sumber : kominfo.go.id

RANNEWS.CO.ID, JAKARTA – Saat ini, Indonesia masih mengalami keterbatasan spektrum frekuensi radio (SFR) di semua level. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan farming dan refarming SFR guna memenuhi kebutuhan fixed broadband maupun mobile broadband.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan kebutuhan spektrum frekuensi radio sampai tahun 2024 setidaknya 2.047 MHz di semua level. Namun, di akhir tahun 2019 baru tersedia sekitar 737 MHz.

“Berarti ada kekurangan spektrum sebesar 1.310 MHz yang harus dipenuhi dalam periode tahun 2020-2024. Itu bukan pekerjaan yang gampang. Ibaratnya kalau tanah, landbank harus membebaskan lahan, nah ini harus membebaskan spektrum,” tuturnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI tentang Rencana Kerja Anggaran dan Rencana Kerja Pemerintah-Kementerian Kominfo Tahun Anggaran 2023 serta Isu-isu Aktual Bidang Kominfo, di DPR RI Jakarta Pusat, Rabu (08/06/2022).

Menkominfo menjelaskan spektrum frekuensi radio di Indonesia sedang digunakan oleh berbagai peruntukan pemanfaatan. “Termasuk pemanfaatan untuk satelit telekomunikasi dan itu besar sekali bandwidth-nya. Yang harus kita lakukan pembicaraan apakah menunggu sampai akhir masa layanan satelit atau melakukan pemindahan satelit ke spektrum yang lain,” jelasnya.

Menteri Johnny menjelaskan penetrasi fixed broadband saat ini masih terbatas karena bergantung pada ketersediaan spektrum frekuensi radio. Ke depan, secara bertahap, keterbatasan itu akan diatasi dengan penyediaan layanan mobile broadband.

“Saat ini memang spektrum frekuensi digunakan utamanya untuk mobile broadband, tentu pada saatnya nanti secara bertahap akan dilakukan juga untuk memberikan dukungan terhadap layanan fixed broadband. Masalah yang kompleks tersebut akan terus dicarikan jalan solusi,” ujarnya.

Menurut Menkominfo, salah satu kendala penyediaan spektrum frekuensi radio untuk fixed broadband berkaitan dengan defisit atau kekurangan anggaran. Oleh karena itu, Menkominfo mengajak seluruh pihak terkait secara bersama-sama lebih kreatif untuk melakukan upaya blended financing atau bauran pembiayaan.

“Dan sedapat mungkin dependensi terhadap APBN dari waktu ke waktu kita kurangi. Karena menyadari tekanan fiskal besar, tapi kebutuhan fiskal juga besar. Sehingga prioritas-prioritas itu harus betul-betul dilakukan skala yang tepat. Dengan cara apa? termasuk dengan cara pemanfaatan bauran pembiayaan,” ungkapnya.

Menteri Johnny menyontohkan bauran pembiayaan seperti mengajak dan mengikutsertakan proyek Public Private Partnership atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). “Dan itu sedang giat-giatnya kami lakukan, karena pembiayaan untuk kebutuhan telekomunikasi dan konektivitas yang menjadi agenda Indonesia dan agenda dunia. Tidak murah, sangat mahal sehingga usaha ini kita lakukan,” tandasnya.

Bauran pembiayaan lain juga terus dilakukan seperti upaya mencari pembiayaan bilateral dalam rangka untuk menghemat pemanfaatan dan penggunaan APBN rupiah murni.

“Jadi ada banyak bauran-bauran pembiayaan. Untuk BAKTI Kominfo sendiri melalui Universal Service Obligation (USO). USO ini tidak bisa kita tingkatkan, saat ini 0,25% dari revenue operator yang juga berlaku di banyak negara di dunia,” tutur Menkominfo.

Dalam pertemuan di Internasional Telecommunication Union (ITU), Menteri Johnny pernah menyampaikan kemungkinan untuk meningkatkan persentase USO. Namun, hampir semua Menteri Keuangan mengkhawatirkan jika hal itu dilakukan.

“Sehingga di Indonesia sudah cukup maksimal dan maksimum sebesar 0,25% USO dari revenue. Besar nominalnya sangat tergantung kepada revenue operator seluler kita, yang kalau dilihat dari proyeksi penerimaannya relatif flat, dia bertambah tapi tidak banyak. Antara Rp0,75 Triliun sampai Rp3,5 Triliun setiap tahunnya. Sedangkan kebutuhannya kita sangat besar, sehingga kreativitas blended financing itu pekerjaan rumah tersendiri yang membutuhkan dukungan politik yang kuat dari Komisi I DPR RI,” tandasnya. (vin)