RANNEWS.CO.ID, TERNATE – Anggota Komisi I DPR RI Irine Yusiana Roba Putri menjelaskan, hal yang perlu diperhatikan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang kini dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah adalah keberanian dan keberpihakan pemerintah untuk dapat memberikan informasi dan penyiaran yang layak dan baik juga iklim penyiaran yang sehat bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Menurut saya itu yang harus utamanya dijawab oleh pemerintah hari ini. Dan harapan saya, tentu UU Penyiaran ini juga mampu merangkum ataupun menjadi pondasi yang kuat untuk menumbuhkan iklim penyiaran yang sehat,” kata Irine di sela-sela mengikuti kunjungan kerja Spesifik Komisi I DPR RI ke Ternate, Maluku Utara, Jumat (10/6/2022). Kunspek ini dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR RI Bambang Kristiono.
Irine melanjutkan, berdasarkan masukan dan aspirasi yang didapat dari RRI dan TVRI Ternate, terdapat keluhan dari stasiun swasta lokal, dimana mereka mengaku sangat sulit untuk berkompetisi dengan TV-TV nasional. Walaupun di RUU Penyiaran beberapa hal juga dibahas mengenai konten lokal dan pengambilan gambar di daerah, Irine beranggapan hal ini harus diatur secara terperinci agar konsep berkeadilan itu nyata.
“Tapi saya pikir ini harus diatur secara spesifik, secara terang-terangan pengaturannya, supaya konsep berkeadilan itu nyata di dalam UU Penyiaran ini. Jadi tidak lagi UU Penyiaran itu quote and quote memberikan angin segar bagi isi penyiaran yang Jakarta sentris atau Jawa sentris. Jadi menurut saya banyak sekali tantangan. Dan Maluku Utara di wilayah 3T dimana ini juga wilayah terluar juga harus diperkuat sekali. Kenapa? Karena ya kalau informasi yang kita dapat apalagi dengan tantangan arus informasi yang setiap hari datang ini. Kalau kita tidak kuat secara di dalam negerinya tentu ini akan terbawa arus,” tandasnya.
Politisi PDI-Perjuangan itu juga mengungkapkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan RUU Penyiaran yang menurutnya adalah menjadi ajang tantangan bagi pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan terbaik di bidang informasi dan memberikan keberpihakan pembangunan infrastruktur bagi masyarakat di Indonesia timur. Mengingat kendala yang dialami masyarakat yang berada di Indonesia timur, khususnya Maluku Utara adalah minimnya atau terbatasnya infrastruktur penyiaran. Ia menegaskan, RUU Penyiaran ini tantangannya adalah menjawab tantangan penyiaran dari Sabang sampai Merauke, khususnya di wilayah-wilayah kepulauan seperti Maluku Utara.
“Jadi Maluku Utara sebagai provinsi kepulauan terbesar ketiga di Indonesia juga memiliki hak yang sama dengan daerah lain. Seperti daerah lain bahwa kita berhak mendapatkan informasi itu prinsipnya, sehingga kurangnya infrastruktur penyiaran pembangunan infrastruktur penyiaran di Maluku Utara juga harus menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah. Karena kita enggak mungkin menjadikan pembangunan infrastruktur telekomunikasi itu menjadi kewajibannya swasta, karena kita tahu dimana mana kalau belum ada itu karena swasta melihat secara bisnis. Sementara pemerintah harusnya melayani secara merata. Jadi mau satu penduduk, 10 penduduk, 100 penduduk pelayanannya sama,” pesan Irine.
Terkait konten budaya bahasa lokal yang sudah mulai menghilang di Maluku Utara, Irine berpendapat saat ini tantangannya bukan lagi berapa persen konten lokal yang dibuat, melainkan bagaimana mengajak seluruh elemen masyarakat yang dimulai dari ruang lingkup LPP TVRI dan RRI agar membentuk sense of belonging terhadap seluruh konten lokal yang dibuat oleh Lembaga Penyiaran Publik tersebut. Sehingga, tandas legislator dapil Maluku Utara itu, tayangan apapun yang dihasilkan dapat mewakili masyarakat.
“Sekarang menurut saya tantangannya bukan berapa persen konten lokalnya, tetapi adalah bagaimana sebenarnya lokal itu turut berpartisipasi di dalam setiap siaran. Mereka (TVRI dan RRI) merasa memiliki sense of belonging. Kalau ini adalah bagian dari yang saya punya. Jadi TVRI dan RRI ini adalah saya, karena suara saya dan hobi saya tersalurkan di TVRI RRI. Kayak orang-orang enggak mungkin enggak nonton bola. Jadi kalau ada tayangan Liga Champion, mereka merasa bahwa TV ini TV gue banget karna ada Liga Champion. Dan dari situ sebenarnya jawaban dan tantangan yang harusnya dijawab oleh LPP,” tuturnya.
Anggota Komisi I DPR RU Junico BP Siahaan berpendapat, tidak berkembangnya program atau konten yang dimiliki RRI dan TVRI permasalahannya adalah mindset para pemimpin di Lembaga Penyiaran Publik tersebut. Nico, biasa ia disapa menegaskan bahwa yang langgeng di dunia ini adalah perubahan, maka para Pemimpin LPP TVRI maupun RRI harus mampu mencari cara untuk terus berinovasi di tengah keterbatasan yang ada.
“Potensi ada sebenarnya, tetapi menurut saya ini mindset-nya. Saya bilang yang paling langgeng di dunia ini adalah perubahan, jadi kalau mindset perubahan itu enggak ada di kepala, atau ada tapi terlambat, atau ada tapi tidak melakukan apa-apa, tahu tapi enggak berbuat ah sama juga. Yang kita perlukan adalah pimpinan-pimpinan di RRI TVRI ini melihat, enggak mau diam hatinya, galau melihat setiap perubahan, hatinya resah melihat TV-TV swasta, LPS atau lembaga penyiaran swasta itu membuat terobosan baru, baik programnya maupun pengambilan gambar, dan lain sebagainya,” papar politisi PDI-Perjuangan itu.
“(Perubahan) itu harusnya menggugah mereka untuk berbuat lebih baik. Itulah TVRI dan RRI, dananya enggak besar, tenaganya enggak banyak, waktunya enggak banyak, tapi kreatif dia pakai handphone sendiri, dia shooting sendiri kan bisa. Artinya ini masalahnya adalah berani enggak (TVRI dan RRI) buat terobosan-terobosan yang enggak sekadar terobosan, tapi bener-bener dengan anggaran yang tidak besar tapi bisa membuat tayangan yang tidak kalah menarik. Bagaimana menceritakan dan bagaimana kondisi adu kreasi dengan anggaran yang bukan pas-pasan, tapi yang pas lah,” tutup legislator dapil Jawa Barat I tersebut. (vin)