RANNEWS.CO.ID, JAKARTA – Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Lenny N. Rosalin mengungkapkan pandemi Covid-19 berdampak terhadap perempuan, salah satunya adalah double burden atau beban ganda. Perempuan memiliki tanggung jawab yang lebih banyak dalam proses pendampingan pendidikan anak sehingga perempuan dituntut memiliki kapasitas keterampilan untuk mendampingi anak belajar.
Lenny menuturkan sejauh ini, peran perempuan (ibu) dalam pendampingan pendidikan anak lebih banyak dibandingkan laki-laki. Pemilihan sekolah dan pendidikan lainnya menjadi tanggung jawab perempuan. Apalagi, di masa pandemi ini ketika anak harus bersekolah dari rumah, perempuan berperan sebagai pengganti guru dan dituntut untuk memiliki kapasitas keterampilan untuk mendampingi anak belajar.
“Peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak menjadi penting, terutama dalam mencetak SDM generasi emas. Oleh karena itu, KemenPPPA mendorong relasi gender yang setara dan adil antara kedua orang tua dalam pengambilan keputusan terkait pendidikan anak di dalam sebuah keluarga sebagai upaya peningkatan kualitas keluarga,” ungkap Lenny pada Webinar Peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2022 secara virtual.
Lenny mengungkapkan perempuan dan anak di Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam memajukan bangsa di berbagai bidang. Hal tersebut dilihat dari 2/3 total penduduk Indonesia sebanyak 270,2 juta jiwa, dimana 65,2% nya adalah perempuan dan anak. Potensi luar bisa tersebut perlu diberdayakan secara optimal, apalagi melihat data dari Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI), dan Gender Inequality Index (GII) Tahun 2020 yang menunjukkan Indonesia masih berada di peringkat yang kurang memuaskan.
“Hal ini menjadi perhatian bersama, terutama pada Gender Inequality Index (GII) menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-121 dari 189 negara di dunia dan peringkat ke-10 dari 10 negara di ASEAN. Indeks ini diukur dengan angka kematian ibu, angka kelahiran remaja, partisipasi perempuan dalam parlemen, penduduk dengan pendidikan menengah, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Artinya, potret terburuk berada pada isu perempuan dan ketidaksetaraan gender dimana perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki,” jelas Lenny.
Lenny menambahkan dalam meningkatkan kesetaraan gender diperlukan pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan, seperti pendidikan, ekonomi, politik, kesehatan, hukum, ketenagakerjaan, dan lainnya. Dalam pemberdayaan perempuan juga diperlukan perhatian dan kerjasama, baik pemerintah, lembaga masyarakat, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat umum. “Pemberdayaan perempuan adalah sebuah kerja dan kontribusi bersama dimana perempuan dapat memberdayakan sesama perempuan, dari berbagai macam rentang usia dan latar belakang. Dengan berdayanya perempuan, maka diharapkan dapat mengoreksi hasil yang kurang memuaskan dari berbagai indeks tersebut dan mengentaskan berbagai macam kesenjangan di Indonesia, salah satunya pendidikan,” tambah Lenny.
Lebih lanjut, Lenny menjelaskan sebagai upaya dalam menuntaskan isu kompleks perempuan dan anak, KemenPPPA diberikan mandat oleh Presiden Joko Widodo untuk menjalankan 5 (lima) arahan Presiden yang saling berkaitan satu sama lain. Isu prioritas “Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak” merupakan salah satu dari 5 (lima) arahan Presiden yang diharapkan mampu mendukung salah satu dari 7 (tujuh) agenda pembangunan nasional, yakni menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.
Di kesempatan tersebut, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hendarman menambahkan tumbuh kembang anak sebagai generasi penerus bangsa sangatlah bergantung pada pendidikan yang diterima baik di rumah maupun di sekolah. Karenanya, peran aktif masyarakat dalam memajukan pendidikan sangat dibutuhkan. “Kita sebagai orang tua harus menanamkan semangat Merdeka Belajar pada anak-anak. Esensi dari Merdeka Belajar adalah memberikan kesempatan dan ruang yang seluas-luasnya bagi anak untuk berpikir, belajar, dan berkarya,” ujar Hendarman.
Dalam mendukung upaya pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, Kemendikbudristek terus memperjuangkan kesetaraan hak atas pendidikan. Terobosan-terobosan program Merdeka Belajar menekankan pada upaya menghadirkan pendidikan yang berkualitas untuk seluruh rakyat Indonesia, terlepas dari latar belakang sosial, ekonomi, dan gender.
“Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, kami ingin mewujudkan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual. Selain itu, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, kami terus mendorong terwujudnya kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Saat ini, kami juga tengah mengupayakan percepatan pembentukan panitia seleksi dan satuan tugas sebagai pelaksana pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi,” jelas Hendarman. (vin)