RANNEWS.CO.ID, WASHINGTON D.C – Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat, Rosan P. Roeslani, mengungkapkan bahwa bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan besar termasuk dalam bidang ekonomi. “Negara-negara berlomba untuk memaksimalkan sumber daya untuk mengembangkan TIK supaya bisa mendukung perdagangan elektronik dan meningkatkan cakupan ekonomi mereka,” ucap Dubes Roslan, Selasa (26/4).
Diungkapkan Dubes Rosan, pandemi yang telah melanda dunia seiring kemajuan pesat TIK juga telah membawa masyarakat global pada era baru di mana integrasi teknologi pada pengembangan ilmu kesehatan, termasuk ilmu syaraf (neuroscience), menjadi amat signifikan. Selain itu, dikatakan juga bahwa bidang Ilmu syaraf berperan pada sektor pendidikan, salah satunya dalam membantu proses penyusunan kurikulum dan metodologi pembelajaran.
Senada dengan itu, Direktur Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Dwi Larso, mengungkapkan peran penting TIK dalam berbagai sektor, khususnya dalam era ekonomi digital saat ini. “Kebutuhan SDM TIK di Indonesia terus melebihi ketersediaan. Ada lebih banyak lowongan pekerjaan daripada talenta yang ada untuk mendukung pesatnya pertumbuhan startup dan peta jalan pemerintah mewujudkan Indonesia 4.0,” ucap Dwi.
Calon doktor bidang Ilmu Komputer dari Duke University, Vincentius Martin, menguraikan risetnya pada bidang computational biology pada webinar Bincang Karya (Bianka) Seri Ke-32, yang digelar KBRI Washington D.C., Selasa (26/4), secara daring. Dikatakan Vincentius, penelitiannya mengkaji protein yang disebut dengan protein transcription factor (TF) menempel pada DNA. “Pada TF binding events yang terkait dengan penyakit pada otak, kalau kita tahu protein mana menempel ke DNA mana, kita bisa menggunakannya sebagai target untuk desain obat. Dan itu adalah hal yang banyak perusahaan farmasi sekarang lagi fokus. Maka, riset ini penting sekali karena aplikasinya,” tutur Vincentius.
Sementara Calon Doktor Bidang Interdiciplinary Neurosciences dari the University of Missouri, Columbia, Nanan Nuraini, memaparkan risetnya yang fokus pada autism spectrum disorder. “Spesifiknya tentang investigasi baseline heart rate variability (HRV) untuk memprediksi perubahan tingkat kecemasan setelah subjek mengonsumsi propranolol (nonselective, beta-adrenergic antagonist) setelah 12 minggu,” ujar Nanan.
Kandidat Master of Computational Data Science dari Carnegie Mellon University menjelaskan proyeknya yakni “Artificial Intelligent Presentation Coach”. Diterangkan Venny, “Artificial Intelligent Presentation Coach adalah sebuah sistem end-to-end yang dapat mengevaluasi kemampuan presentasi menggunakan multimodal machine learning dan memberikan actionable feedback kepada pengguna untuk meningkatkan kemampuan presentasi.”
Webinar ini dihadiri Director of Graduate Studies in the Department of Computer Science dari Duke University, Jeffrey Chase. Diuraikan Jeffrey, penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Komputer diarahkan pada Ilmu Kesehatan dan Kedokteran guna memahami tantangan yang dihadapi masyarakat serta proses biologis yang mendasarinya dan cara mendiagnosis dan merencanakan perawatan penyakit.
“Ada sejumlah orang yang bekerja dalam Artificial Intelligence dan Machine Learning di tempat kami, tidak hanya di Departemen Ilmu Komputer, tetapi juga fakultas dan departemen lain yang bekerja dengan fakultas dan mahasiswa kami dalam Ilmu Komputer di bidang tersebut,” tutur Jeffrey.
Sementara Chair of Graduate Recruitment Committee in Interdisciplinary Neuroscience Program dari University of Missouri, Columbia, David Beversdorf, menjelaskan bahwa saat ini dirinya sedang fokus mengerjakan riset tentang autism spectrum disorder yang juga melibatkan mahasiswa Indonesia. “Saya juga meneliti brain imaging (pencitraan otak) pada kasus autisme,” tambahnya.
Webinar ini dipimpin oleh Diana Purwitasari, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Dihubungi dalam kesempatan berbeda, Jamal Wiwoho, Ketua Majelis Rektor perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) mengatakan, “Bidang TIK merupakan bidang strategis di era revolusi industri 4.0. Semoga SDM muda kita makin banyak yang melanjutkan studi atau menjalin kerja sama dengan ahli di Amerika Serikat untuk mengejar kemajuan di bidang TIK,” harap Jamal.
Popy Rufaidah, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI Washington, D.C., mengatakan, serial webinar yang telah hadir sejak tahun 2020 ini digelar guna meningkatkan minat generasi muda Indonesia melanjutkan pendidikan pada beragam bidang di Amerika Serikat. “Bianka juga digelar karena kami berkomitmen mendukung Merdeka Belajar Kemendikbudristek dan meningkatkan kerja sama riset serta pendidikan dengan mitra perguruan tinggi di Amerika Serikat,” pungkas Atdikbud Popy.
Rekaman siaran langsung Webinar Bianka Seri-32 Bidang Ilmu Komputer dan Ilmu Syaraf dapat diakses pada tautan https://bit.ly/fb-watch-bianka32 di laman resmi Facebook Atdikbud USA. (vin)