Rannews.co.id – Perkembangan bahasa Indonesia terus meningkat pesat bahkan melebihi bahasa induknya yakni bahasa Melayu. Bahasa Indonesia memiliki keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Bahkan di tingkat internasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
“Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah diselenggarakan oleh 428 lembaga, baik yang difasilitasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia,” ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) E. Aminudin Aziz dalam acara Bual Bicara Minda TV bertajuk “Bahasa Melayu-Indonesia sebagai Bahasa Antarbangsa”, Kamis (8/4).
Senada dengan itu, Kepala Badan Bahasa menambahkan, bahasa Indonesia banyak menyerap istilah kosa kata dari bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan lain-lain. Selain itu, pengayaan kosa kata bahasa Indonesia berasal dari ratusan bahasa daerah yang ada di indonesia baik Jawa, Sunda, Madura, Banjar, Papua, maupun daerah lainnya.
Menurut catatan riset etnolog yang dilaporkan pada bulan Desember 2021, penutur bahasa Indonesia ada 199 juta. Sementara itu, penutur bahasa Melayu 19 juta. Bahasa Melayu-Indonesia menurutnya, mempunyai bahasa yang serumpun tapi tidak serupa. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan penulisan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia yang berbeda. “Perbedaan ini sangat jauh dan situasi (kompleksitas perkembangan bahasa Indonesia) ini yang belum tentu terjadi pada bahasa di negara lain seperti bahasa Malaysia,” ungkap Aminudin Aziz.
Titik tolak perkembangan bahasa Indonesia kata dia, terjadi pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan saat bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dimasukkan ke dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pada 18 Agustus 1945. Meski begitu, Kepala Badan Bahasa sepakat atas fakta bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
“Bahasa Indonesia berkembang jauh melebihi asal muasalnya (bahasa Melayu) karena bahasa Indonesia setelah penetapan status diangkat menjadi bahasa negara terus dikembangkan korpusnya, kamusnya, ejaan, tata bahasanya hingga seperti sekarang,” jelasnya.
Sementara itu, bahasa Melayu bagi orang Indonesia adalah salah satu dari 718 bahasa daerah. Menurutnya, ketika di Indonesia ada yang menyebut bahasa Melayu, perspektifnya adalah bahasa daerah. Merujuk data Badan Bahasa, di Indonesia ada 87 dialek bahasa Melayu. “Jika ada pernyataan mari kita perkasakan (jayakan) bahasa Melayu, jelas kami menolak,” tegas Kepala Badan Bahasa.
Menanggapi pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob pada lawatannya ke Indonesia, terkait memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara antara kedua kepala negara, serta sebagai bahasa resmi ASEAN, disebut Kepala Badan perlu dikaji ulang secara mendalam. “Jika ingin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ke-2 maka harus ada penerimaan dari seluruh anggota ASEAN. Karena ASEAN memiliki sistem bahwa setiap usulan harus disetujui oleh semua anggotanya,” pesan dia mewanti-wanti perlunya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan yang mengatasnamakan ASEAN.
Dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan lambang negara tertulis bahwa negara mengusahakan meningkatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa international. Inilah yang dikatakan Aziz sebagai harapan dari pemerintah Indonesia.
Narasumber dari Majlis Profesor Negara (MPN), Kamaruddin M. Said menjelaskan bahwa bahasa Melayu dapat menjadi bahasa kedua di ASEAN dengan syarat memiliki sepuluh penerjemah untuk setiap negara anggota agar dapat dipahami oleh para perwakilan. “Jadi, mesti ada satu strategi yang smart untuk menguruskan bahasa di dalam ASEAN, walaupun hanya melibatkan 10 negara,” terangnya.
Sebelum ide penggunaan bahasa Melayu-Indonesia dapat terealisasi, menurut Kamaruddin, panitia perumusannya di ASEAN mesti memahami bahasa Inggris, bahasa Melayu, dan bahasa Indonesia terlebih dahulu agar tidak ada kesalahpahaman dalam penyampaian informasi.
Mengamini pernyataan sebelumnya, perwakilan dari Intitut Pertanian Bogor (IPB), Ari Purbayanto menekankan pentingnya persiapan yang matang untuk merealisasikan penggunaan bahasa Melayu-Indonesia di tingkat ASEAN.
“Perlu perembukan para ahli bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia secara intensif dan berkelanjutan. Karena kalau yang disebut sebagai bahasa perantara kedua negara hanya mengangkat bahasa Melayu saja maka sebagian besar orang Indonesia berpikir maksudnya adalah bahasa etnik yang tidak sejajar dengan bahasa Indonesia (bahasa negara),” tegasnya.
Selaras dengan pernyataan Kepala Badan Bahasa, Ari menilai perkembangan kosakata bahasa Indonesia terus berkembang menjadi bahasa modern. Dibuktikan dengan banyaknya penutur bahasa Indonesia di seluruh dunia dan mudahnya bahasa Indonesia diterima, dipelajari, dan dipahami khalayak luas.
“Inilah yang perlu dibahas dan disepakati bersama, apakah penentuan bahasa (perantara) nantinya berdasarkan jangkauan penggunaannya di dunia secara statistik atau kita lihat bagaimana bahasa itu diterima di suatu negara,” imbuhnya.
Sebagai langkah strategis yang perlu diambil untuk mengatasi kericuhan di masyarakat kata Ari adalah dengan menyelenggarakan program untuk menginisiasi ‘pengenalan’ kedua bahasa serumpun ini dalam kegiatan tingkat internasional bahkan jika memungkinkan menyusun jurnal internasional. Supaya masyarakat di negara-negara yang memiliki akar bahasa serumpun ini bisa mengenal bahasa Melayu sebagai induk bahasanya. Meski di sisi lain juga senantiasa mengutamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.