RANNEWS.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama 13 Kementerian/Lembaga terkait tengah menyusun peraturan pelaksana pasca disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) tersebut ditargetkan selesai tahun ini.
“Ini adalah kerja seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia. Tugas pemerintah untuk memastikan dan menjawab kebutuhan operasionalisasi UU TPKS yang harus segera kita selesaikan,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS, Senin (6/6).
Ratna menerangkan, semula UU TPKS mengamanatkan adanya 5 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 5 Rancangan Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksananya.
“Sebagai upaya memastikan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan, kami menargetkan 5 Peraturan Pemetintah dan 5 Peraturan Presiden. Namun, bisa kita lakukan simplifikasi atau penyederhanaan tanpa menghilangkan semangat dan esensi dari masing-masing peraturan pelaksana. Sejauh ini, kita terus bergerak dan melakukan langkah tindak lanjut pasca disahkannya UU TPKS,” tutur Ratna.
Lebih lanjut, Ratna mengatakan, PP pertama akan membahas mengenai sumber, peruntukan, dan pemanfaatan Dana Bantuan Korban berdasarkan Pasal 35 Ayat 4 UU TPKS. “Pembahasannya lekat dengan mekanisme kompensasi dan restitusi yang akan diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ratna.
Selanjutnya, PP mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan TPKS dinilai berkaitan erat dengan tata cara penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang mengatur mengenai hak-hak korban.
“Kami juga berpandangan Pasal 80 terkait penyelenggaraan pencegahan TPKS dan Pasal 83 ayat 5 terkait koordinasi serta pemantauan sangat memungkinkan untuk diatur dalam satu PP,” ujar Ratna.
Sementara itu, 5 Perpres yang diamanatkan dalam UU TPKS akan disederhanakan dalam 4 peraturan. “Perpres terkait Tim Terpadu dan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Pusat akan diatur dalam satu peraturan,” ujarnya.
3 Perpres lainnya akan mengatur mengenai Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum, dan kebijakan nasional tentang pemberantasan TPKS.
“Tahapan penyusunan konsepsi, penyusunan draft, uji publik, penyempurnaan, finalisasi, pengajuan program akan kita mulai di Juni 2022. Hari ini menjadi momentum untuk mengawal kembali UU TPKS setelah disahkan pada 9 Mei 2022. PP dan Perpres ini menjadi jawaban operasionalisasi dari UU TPKS,” ungkap Ratna.
Plt. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah progresif dalam penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS selama enam bulan ke depan. “Salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah diskusi terbatas untuk menggali substansi,” kata Dhahana.
Lebih lanjut Dhahana menjelaskan, Program Penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS akan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM. “Kami akan mengirimkan surat kepada K/L untuk menanyakan kebutuhan atau usulan regulasinya. Usulan ini kembali kepada pemrakarsa, misalnya Kementerian Hukum dan HAM memprakarsai Perpres terkait penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum. Kemudian akan ada pertemuan untuk mendalami usulan masing-masing K/L,” tutup Dhahana. (vin)